Minggu, 02 November 2014

Kepergian Papa Mertua Ku,...

Tak terasa sudah 7 hari Kepergian Papa,..
Meski aku hanya menantu, tapi aku merasa kehilangan terlebih suami ku anak bungsu.
Tak terbayang bagaimana nantinya suami ku mampu melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan bersama papa,...
Masih teringat jelas bagaimana beliau bertanya pada ku di telpon selasa pagi itu menanyakan apakah aku ikut pulang bersama suami, tapi aku belum bisa pulang karena belum bisa cuti.
Tak seperti biasanya pun, berulang kali suami mengajak ku untuk pulang tapi aku menolak karena bila terlalu  banyak izin cuti tak diberikan izin. 
Jum'at pagi suami ku menelpon, ku tanya kan kapan pulang, sehabis jum'atan begitu jawab  nya.
Aku sudah mempersiapkan makanan untuk suami dan menanti nya dirumah.
Setelah sholat maghrib suami ku sampai rumah, rasanya rindu sekali 3hari tak bertemu, namun ketika sabtu pagi pukul setengah tiga, mama mertua ku menelpon, aku rasa cemas, mengapa beliau menelpon selarut ini, dan benar saja itu berita buruk, aku tak begitu mendengar, hanya saja yang sempat ku dengar, mama mengatakan sabar nak, ketika suami ku menutup telpon langsung saja menyuruh ku berkemas baju untuk segera pulang ke Manna, aku tak berani menanyakan apa yang terjadi aku segera berkemas dan kami segera berangkat. Ku lihat raut cemas dari wajah suami ku, aku bingung, dan aku pun takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Jarak Curup Kepahiang ditempuh hanya dengan 15 menit dari waktu tempuh normal 45 menit, hanya berhenti untuk membeli air minum. Ku lihat jam ditoko itu jam 3 lewat 10 menit, aku berpikir jam 8 akan sampai Manna.
Kami kembali melanjutkan perjalanan, diperjalanan suami mendapat telpon, kali ini dari tetangga sebelah rumah menanyakan sudah sampai mana dan suami ku bertanya tentang keadaan Papa mertua ku. Suami ku makin kencang mengendarai mobil dan telpon kembali, kali ini suami ku sempat mendengar ada suara menangis diujung telpon, dan benar saja, mendapat kabar Papa mertua ku sudah meninggal. Tangis ku pun pecah tanpa bersuara, ku pandangi wajah suami ku, ku lihat duka yang tersimpan sampai akhirnya dengan kuat ia mengatakan "ndiak diaw agi papa kito yank" (sudah tak ada lagi papa kita yank)  Rasanya tubuh ku bergetar, aku tak bisa berkata apa-apa. kembali ku lihat suami ku yang terus mengendarai mobil dengan kecepatan tidak kurang dari 100 Km/jam sambil mengucapkan "laillahhaillaullah". Sempat suami ku berkata mengapa  Papa harus pergi, apakah tak ingin melihat anak kami. Hati ku terasa sakit sekali mendengarnya, aku tau betapa ingin beliau melihat anak dari suami ku, tapi entah kenapa Allah belum memberikan nya.
Jarak tempuh yang dalam waktu normal 2 jam, kami tempuh dengan 1 jam dan bersiap menuju Kota Manna, sesekali aku mendengar suami ku mengatakan kalau papa masih ada, tidak mungkin meninggalkan nya. aku tidak tau harus berbuat apa, aku hanya bisa menangis. Mungkin suami ku hanya mencoba untuk menguatkan hati nya.
Hari telah terang, pukul 6 suami menuruh ku untuk menghubungi orang tua ku dan juga Mas Jujun yang sudah kami anggap keluarga. Hampir setiap kali ku lihat wajah suami ku, rasa nya sedih itu dibendung nya. Kami sampai di Kota Manna, Kota kelahiran suami ku, segera menuju rumah. Ku katakan bahwa lebih baik lewat belakang, namun perkataan ku tak diindahkan, suami ku tetap ingin lewat depan, dan benar saja ndidepan rumah, orang telah ramai memasang tenda, melihat itu suami ku langsung loncat dari mobil meninggalkan aku, dan aku harus meminta bantuan sesorang untuk memarkirkan mobil dan aku menyusul suami ku masuk ke rumah. Lemas dan rasa habis tenaga ku melihat jasad Papa mertua ku, ku lihat Mama begitu tenang disamping nya. Aku melihat suami ku menangis di sudut ruangan itu, ia meraung sambil memeluk mama. Dan Mama dengan tenang mencoba menyabarkan suami ku. Aku tau, begitu kehilangan nya suami ku, aku tau betapa dekat suami ku dengan Papa. Tak terbayang rasanya, bagaimana nanti nya suami ku bisa melanjutkan kehidupan karena ia hanya menurut pada Papa, apakah ia masih mau hidup bersama ku. Pikiran itu sempat hadir dalam benak ku, karena pernah suami ku berkata kalau Papa Mati aku mati juga, begitu katanya.
Sempat ku buka kain penutup itu, ku ingin melihat wajah Papa, begitu tenang dan tersenyum, sakit rasa nya melihat beliau begitu cepat meninggalkan kami. Aku belum sempat memberi beliau cucu, mungkin ada tingkah ku yang beliau tidak suka. Tapi beliau orang baik, beliau tidak pernah membedakan anak dan menantu, dan aku pun tau, papa pun sayang pada ku.
Ku hapus air mata ku, ku tinggalkan suami ku, aku menuju ke dapur, didapur pun ramai, para ibu-ibu mulai sibuk masak dan menyiapkan tempat untuk memandikan. Aku mencari ayuk ipar ku, dan aku kembali menangis ketika aku memeluknya. Mungkin ayk ipar ku juga merasakan duka seperti ku, namun meski kami hanya menantu, kami tetap menyayangi papa karena kami pun tau papa juga menyayangi kami, meski aku belum memberinya cucu. Aku segera mandi dan duduk disamping mama. Aku semakin tidak tahan karena setiap orang yang datang dan membuka kain penutup itu menangis dan aku pun ikut menangis. Suami ku masih menangis dan seperti nya belum bisa menerima kepergian papa.  Ketika suami ku sedikit tenang, ia ingin mandi dan menggganti baju, aku mengikuti nya kekamar, dan ia kembali menangis, ku peluk ia, dan aku mencoba untuk menguatkan nya.
Kami menanti Wa ( Ayk tertua perempuan ) sampai dari palembang, karena sehabis sholat dzuhur ingin menguburkan papa.
Aku duduk didapur bersama ayk ipar ku, kami bercerita bagaimana papa mengeluh sakit dada pada pukut 1 dan minta dibawa ke RS. Begitu hebatnya serangan jantung itu, tanpa gejala apa pun bisa membuat seseorang kehilangan nyawa, seperti papa kami.
Ada suami tangis heboh kami dengar dari depan, ku pikir itu wa, ternyata itu keluarga dari bengkulu, adik-adik papa seperti mau pingsang, menangis meraung-raung. Melihat mereka aku kembali meneteskan air mata ku, dan ketika Wa sampai, suasana makin haru, mungkin dijalan pun wa sudah menangis, karena begitu sampai ku lihat ia begitu lemas. Kami semua makin merasa sedih ketika wa mengatakan “pa buka pintu pa, aku balik” dan kalimat itu berulang-ulang, kami kian larut dalam kesedihan, ku lihat keponakan-keponakan ku menagis histeris melihat datuk mereka, karena mereka begitu dekat dengan Papa. Aku selalu mencari wajah suami ku, ku lihat ia mencoba menenangkan wa. Aku melihat, suami ku mencoba untuk kuat dan ikhlas, aku lihat guratan sedih yang mendalam diwajahnya. Aku tak berani berkata apa-apa. Kami menghantarkan Papa ke tempat istirahat terakhir. Duka itu kian tampak, teman-teman mengucapkan belasungkawa dan kata sabar dan ikhlaslah yang mereka katakan.
Pa,.... Maaf mungkin indah banyak salah dengan Papa.
Indah belum bisa menjadi Anak Menantu yang baik bagi Papa, dan Maaf indah belum kasih Papa Cucu,...
Tapi indah selalu berdo’a, ALLAH melapangkan Jalan Papa dan Papa di Tempatkan di Tempat yang Terbaik di sisi Nya.
Indah tau, dari jauh pun Papa bisa melihat Efran dan Indah,...
Ntah bagaimana rasa nya, memang orang baik begitu cepat Allah jemput.
Air mata ku selalu menetes tiap kali membaca status-status suami ku difacebook, aku tau ia begitu kehilangan sosok  orang yang begitu penyayang dan pengertian.
Dibalik luka itu, ia sudah bisa tertawa dan bercanda, itu membuat ku sedikit lega.
Ikhlas ya sayang,... Ini jalan Terbaik untuk Papa,...

Selamat  Jalan Pa, Do’a kami selalu menyertai mu,....
 

Welcome Blog Bidan Cantik © 2008. Design By: Buy Engagement Rings | Infidelity in Marriage by Blogger Templates