Senin, 04 November 2013

Bukti-Bukti Ketidaksetaraan Berbasis Gender



Kemampuan perempuan dalam membaca dan menulis, rasio pendidikan dasar dan menengah dibandingkan dengan presentase pendidikan primer dan sekunder laki-laki selama kurun waktu 1970,1992, dan 1997 untuk wilayah yang berbeda dunia:
Tabel 1. Tren Perbedaan Gender dalam Status Pendidikan

Kemampuan baca tulis perempuan dewasa : laki-laki
Perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang mendaftar di Sekolah Dasar
Perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang mendaftar di Sekolah Menengah
1970
1992
1997
1970
1992
1997
1970
1992
1997
Semua Negara Berkembang
n.a
73
79
79
88
94
68
78
83
Negara Berkembang Spesifik
n.a
57
65
61
84
83
43
67
66
Sub Sahara Afrika
n.a
66
75
72
85
85
60
72
76
Negara Arab
n.a
61
66
63
92
91
47
77
85
Asia Timur termasuk China
n.a
80
83
87
96
100
76
79
88
Asia Tenggara dan Pasifik
72
90
91
90
97
99
74
95
95
Asia Selatan termasuk India
40
55
59
60
75
86
43
60
70
Amerika Latin dan Karibia
91
97
98
101
98
98
91
98
101
Negara Industri
n.a
n.a

n.a
n.a
100
n.a
n.a
100
Dunia
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a

Ø  Kemampuan baca tulis perempuan dewasa dibandingkan dengan laki-laki: Hanya sedikit jumlah perempuan yang dapat menulis dan membaca dalam setiap 100 laki-laki yang dapat menulis dan membaca.
Ø  Perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang mendaftar di sekolah dasar dan menengah: Hanya sedikit jumlah anak perempuan yang bersekolah di sekolah dasar atau menengah (biasanya berusia 6-10 tahun untuk pendidikan dasar dan 11-14 tahun untuk pendidikan menengah) yang mendaftarkan diri di sekolah dasar atau menengah untuk setiap 100 anak laki-laki usia sekolah dasar dan menengah yang mendaftar sekolah.

Data khusus gender pada jumlah kursi parlemen yang dipegangoleh perempuansebagai bandingan jumlah keseluruhan pada tahun 1994 dan 1999 dan bagian perempuan dalam tingkat menteri pada tahun 1994.

Tabel 2. Tren Partisipasi Perempuan dalam Politik


Kursi di parlemen yang diperoleh perempuan (Persentasi dari total)
Kursi di kementrian yang diperoleh perempuan (%dari total)

1994
1999
1994
Semua Negara Berkembang
10
10
5
Negara Berkembang Spesifik
6
9
5
Sub Sahara Afrika
8
11
6
Negara Arab
4
4
1
Asia Timur termasuk China
19
5
6
Asia Tenggara dan Pasifik
9
12
3
Asia Selatan termasuk India
5
6
3
Amerika Latin dan Karibia
10
15
8
Negara Industri
12
19
8
Dunia
10
12
8

Ø  Total jumlah kursi parlementer: sedikit sekali jumlah perempuan yang duduk di perlemen.
Ø  Jumlah kursi kementrian: dari setiap 100 menteri, sedikit sekali jumlah perempuan yang duduk di kursi kementrian.
Ø  Waktu kerja:  waktu yang dihabiskan dalam mengerjakan semua jenis pekerjaan di dalam dan di luar, dibayar dan tidak dibayar.
Waktu kerja perempuan dibandingkan laki-laki: setiap 100 menit waktu kerja dihabiskan oleh laki-laki, sedikit sekali waktu kerja yang dihabiskan oleh perempuan.

Aktivitas pasar didefinisikan sebagai aktivitas yang menghasilkan produksi barang dan jasa untuk kebutuhan pasar serta produksi barang-barang rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Tetapi, produksi jasa untuk konsumsi rumah tangga seperti memasak mencari air dan bahan bakar, perawatan anak dan orang tua dianggap sebagai aktivitas non-pasar yang bertujuan untuk mengukur hasil ekonomi. Presentase total jam kerja dihabiskan dalam aktivitas pasar atau non-pasar adalah 100 menit jumlah yang dihabiskan dalam aktivitas pasar/non-pasar.
Total presentasi pengurus dan manajer perempuan: dari 100 pengurus dan manajer, sedikit sekali yang jumlahnya perempuan.
GDP perempuan dibandingkan GDP laki-laki di PPP$: jumlah dolar yang disumbangkan ke GDP oleh populasi perempuan di suatu negara untuk setiap 100 PPP$ yang disumbangkan oleh penduduk laki-laki.

 Keadilan Gender
Keadilan gender Merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin.
Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO mengandung dua aspek:
1.      Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu tercapainya derajat kesehatan yang setinggi mungkin (fisik,psikologis, dan sosial) bagi setiap warga negara.
2.      Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan bayar seseorang.
Keadilan dalam kesehatan didefinisikan sebagai “keadaan untuk mengurangi kesenjangan dalam kesehatan dan determinan kesehatan, yang dapat dihindarkan antara kelompok masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial (termasuk gender) yang berbeda”.
Untuk mengupayakan keadilan dalam kesehatan, fokus perlu diberikan kepada kelompok masyarakat yang paling rawan dan upaya mengurangi kesenjangan. Dalam kaitan gender, perempuan dalam posisi yang tersisih dan status kesehatannya lebih buruk dari laki-laki.

 Ketidakadilan Gender dalam Kesehatan
Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering ditemukan pula ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfairness, unjustice) berdasarkan norma dan standar yang berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).
Keadilan antara lain ditentukan oleh norma atau standar yang dianggap pantas atau adil dalam suatu masyarakat, yang mungkin berbeda satu dengan yang lain dan mungkin berubah dari waktu ke waktu. Sering kali sulit untuk menentukan norma atau standar yang dapat diterima oleh berbagai pihak, karena terkait dengan nilai-nilai dan penentuan keputusan, sehingga istilah ketidaksetaraan lebih sering digunakan.
Istilah “ketidaksetaraan” menyiratkan bahwa kesenjangan yang terjadi tidak dinilai apakah hal tersebut dapat dianggap pantas atau adil dalam suatu tatanan masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ketidakadilan adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau tidak adil.
Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan:
1.      Ketidakadilan dalam Hal Penyakit dan Kematian
Dibeberapa wilayah dunia, ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki berkaitan langsung dengan perkara hidup dan mati, terutama bagi kaum perempuan. Misalnya tergambarkan dari tingginya angka kesakitan dan kematian perempuan. Hal ini terjadi karena berbagai bentuk pengabaian terhadap kesehatan, gizi an kebutuhan perempuan secara langsung kualitas hidupnya.
2.      Ketidakadilan dalam Kelahiran Bayi
Anak laki-laki lebih diinginkan kehadirannya daripada anak perempuan. Sekalipun  kitas tahu semua agama tidak membedakan jenis kelamin anak. Namun karena kebanyakn laki-laki lebih tinggi status di masyarakat, maka mencuatnya isu ketidaksetaraan gender yang tercermin dari kuatnya keinginan orangtua untuk mempunyai anak laki-laki dari pada anak perempuan.
3.      Ketidakadilan dalam Rumah Tangga
Seringkali terdapat ketidakadilan gender yang mendasar di dalam rumah tangga dan bentuknya bermacam-macam. Dari perkara yang sederhana sampai kepada yang rumit. Begitu juga pembagian peran dan tanggung jawabdalam rumah tangga, sering kali tidak adil. Misalnya dalam pembagian tugas mengurus rumah tangga dan mengurus anak.

 Diskriminasi Gender
Adanya perbedaan, pengecualiaan atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan norma gender yang dikontruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk menikmati hak asasi manusia secara penuh.

Analisis Gender dalam Kesehatan
Memahami teknik analisis gender dalam layakaan kesehatan ini, setidaknya difokuskan untuk mengetahui :
           Situasi aktual pria dan wanita meliputi peranan, tingkat kesejahteraan, kebutuhan, dan permasalahan yang dihadapi dalam berbagai unit sosial, budaya dan eonomi.
           Pembagian beban kerja wanita dan pria yang mliputi tanggung jawab, curahan tenaga dan curahan waktu.
           Saling berkaitan, saling ketergantungan dan saling mengisi antara peranan wanita dan pria khususnya dalam kluarga.
           Tingkat akses dan kekuatan kontrol wanita dan pria terhadap sumber produktif maupun sumber daya manusia dalam keluarga.

 Peran Gender
Sejak kecil, secara sistematis anak perempuan dan laki-laki diajarkan bahwa mereka berbeda satu sama lain. Selain menyadarkan mereka bahwa mereka secara biologis berbeda karena memiliki perbedaan anatomi, mereka juga dibedakan secara sosial; masing-masing sebagai makhluk dengan peran, tanggung jawab dan kesempatan yang tidak sama. Sejak kanak-kanak, mereka dianjurkan untuk berpakaian dan bertingkah laku dengan cara yang berbeda. Misalnya, anak perempuan dipaksa untuk memakai baju yang berwarna merah jambu dan pakaian feminin sementara anak laki-laki seringkali memakai kemeja dan celana panjang biru. Anak laki-laki cenderung memainkan permainan kasar yang melibatkan kontak fisik, seperti sepak bola dan gulat sementara anak perempuan dianjurkan untuk memainkan boneka dan main masak-masakan. Dalam masyarakat tertentu, anak laki-laki dan perempuan tidak diizinkan bermain bersama. Anak laki-laki acapkali diberikan kebebasan untuk bermain di luar rumah untuk waktu lama sementara waktu bermain sementara waktu bermain untuk anak perempuan biasanya terbatas. Anak perempuan diminta untuk tinggal di rumah supaya dapat membantu ibu mereka mengerjakan pekerjaan rumah tangga khususnya mencuci piring dan pakaian, memasak dan membersihkan rumah. Pada umumnya, anak laki-laki tidak diharapkan untuk membersihkan, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi mereka biasanya melakukan pekerjaan seperti membeli sesuatu di toko atau warung atau membantu pekerjaan rumah tangga yang membutuhkan kekuatan otot, seperti pertukangan atau membawa atau memikul sekarung beras yang berat dan barang-barangnya.
Anak laki-laki dan perempuan didorong untuk mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang berbeda. Stereotipe anak laki-laki adalah bersuara keras dan lantang, berantakan, bertubuh atletis, agresif, kasar dan tidak berperasaan karena mereka tidak sepantasnya menangis. Anak laki-laki juga diharapkan lebih pintar daripada anak perempuan. Anak perempuan dideskripsikan sebagai makhluk yang patuh, mau mengalah, emosional, rapi atau bersih dan kaku. Mereka tidak mengekspresikan pendapatnya. Oleh karena itu laki-laki dicap lebih kuat dan anak perempuan lebih lemah.
Seks dan gender merupakan hal yang berbeda, namun konsepnya saling berkaitan. Seks berarti perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan sementara gender merujuk pada atribut ekonomi, sosial dan kultural serta kesempatan yang diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada saat tertentu. (WHO 2001).

 Peran Institusi Sosial
Keluarga adalah institusi pertama dalam mensosialisasikan hal yang disebut feminin dan maskulin. Keluarga, terutama ibu memainkan peranan penting dan mengajarkan anak laki-laki dan perempuan tentang peran gender mereka.
Di sekolah, misalnya guru dan buku seringkali memperluas peran reproduksi perempuan, seperti pengasuhan dan tugas rumah tangga dan peran produktif laki-laki, misalnya tugas mencari nafkah.
Agama justru menjungjung tinggi feminitas dan kepatuhan perempuan terhadap laki-laki. Sebagian besar agama mengajarkan kesetaraan gender, tetapi ideologi bahwa laki-laki lebih dominan atau patriarkis masih saja berlaku karena pemimpin agama pada umumnya berpikiran seperti itu.
Di dunia kerja, perempuan sering kali memiliki karir yang berhubungan dengan peran reproduksi mereka, seperti perawat, guru, sekretaris atau juru tulis, dan lainnya. Sedikit perempuan yang memegang posisi lebih tinggi karena posisi ini lebih sering di pegang oleh laki-laki. Misalnya politik, laki-laki sering berada di posisi ini karena tidak banyak perempuan yang mengikuti pemilihan.
Media juga sering menginformasikan peran gender tradisional atau yang dapat diterima di berbagai betuk dalam iklan, komedi situasi, opera sabun, dalam cerita dan buku komik yang sering kali dilihat dan dibaca publik. Oleh karena itu, media ini juga mendukung nilai-nilai yang dianut oleh institusi sosial yang lain.
Walaupun jumlah perempuan yang melakukan aktivitas produktif semakin meningkat, mayoritas perempuan masih saja tinggal di rumah, memikul peran reproduksi. Karena itu pada kenyataannya di masyarakat, mereka kurang mendapat peran penting dibandingkan laki-laki. Nilai yang tidak setara ini merupakan sumber diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan dan bertanggung jawab atas rendahnya status perempuan dalam masyarakat. (WHO 2001).
Karena daerah keluarga  merupakan ruang lingkup pribadi, dibandingkan dengan sekolah, pemerintahan dan institusi sosial lainnya, peraturan dan praktik yang berkenaan dengan hubungan gender dalam keluarga tidak diketahui secara langsung dan jarang sekali tunduk terhadap pengaruh luar. (WHO 2001).
Perempuan dan anak perempuan serta laki-laki cenderung tetap menjalankan peran gendernya karena ada beberapa perilaku yang terkendali yang dibenarkan oleh berbagai institusi sosial. Kekerasan terhadap harapan peran gender diawali dengan ketidaksetujuan terhadap pengasingan sosial dan agresi bahkan kekerasan yang diterima dalam kehidupan sosial (WHO 2001). Dalam masyarakat tertentu, jika seorang perempuan menikah tanpa persetujuan keluarga, perempuan tersebut telah mencoreng nama baik keluarga. Keluarga dekat si perempuan sering kali ditugaskan untuk membunuh perempuan tersebut karena telah mempermalukan keluarganya dengan tidak mengindahkan keinginan keluarga. Karena pihak luar biasanya tidak dapat mencampuri urusan keluarga tersebut, terutama kekuasaan absolut laki-laki yang memimpin rumah tangga, hal ini menjadi salah satu alat yang ampuh untuk melanggengkan ketidaksetaraan gender. (WHO 2001).
Ketidaksetaraan gender secara sistematis disahkan dan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan. Dalam masyarakat tertentu, perempuan tidak dapat memiliki harta benda secara sah ataupun bekerja di luar rumah tanpa persetujuan suami atau pasangan mereka. Di negara Muslim, poligami diizinkan dengan syarat tertentu. Hal ini membuat tugas untuk merubah peran gender menjadi sangat sulit.
Walaupun perbedaan gender biasanya memarjinalisasikan perempuan daripada laki-laki, kaum pria dilatih untuk menahan emosi atau tidak menangis dan mereka dibiasakan untuk menganggap perempuan lebih rendah. Bersikap agresif atau kasar adalah satu indikasi kejantanan; karena itu, mereka sering kali menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan di dalam dan di luar rumah. Namun, ada beberapa laki-laki yang dijuluki “new age” karena mereka peduli dengan hubungan dan peran gender.
Ketidaksetaraan gender ini mempertanyakan “ideologi patriarkis” yang menganggap laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Ideologi ini dianut oleh laki-laki dan perempuan. Ideologi ini juga mempertanyakan institusi sosial yang menganut nilai-nilai patriarkis.

Peran Gender Bervariasi Berdasarkan Keadaan, Waktu, Kesukuan Dan Kelas/Golongan
Peran gender dapat berbeda berdasarkan waktu, dan diantara berbagai budaya, suku, dan kelas sosial masyarakat. Beberapa suku di Indonesia seperti Jawa dan Sunda boleh jadi memiliki peran gender yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa masyarakat tertentu, perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Karena peran gender dibentuk dan dipelajari secara sosial, peran gender dapat diubah melalui pendidikan atau advokasi dan kerjasama berbagai institusi sosial yang ada dalam masyaraka. Walaupun tugas ini tidak mudah, kepekaan terhadap ketidakadilan, ketidaksetaraan, dan dikriminasi terhadap hubungan dan status gender semakin berkembang di Indonesia dan dunia.


  HAM
 Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsungoleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi,1994).
Dalam pasal 1 UU No39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan meruapak anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungu oleh negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

HAM yang Terkait dengan Kesehatan Reproduksi
§  UU No. 7 Tahun 1984 (Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita):
§  Jaminan persamaan hak atas jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan (Pasal 11 ayat 1 f).
§  Jaminan hak efektif untuk bekerja tanpa diskriminasi atas dasar perkawinan atau kehamilan (Pasal 11 ayat 2).
§  Penghapusan diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan termasuk  pelayanan KB (Pasal 12).
§  Jaminan hak kebebasan wanita pedesaan untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk  penerangan, penyuluhan dan pelayanan KB (Pasal 14  ayat 2 b).
§  Penghapusan diskriminasi  yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara pria dan wanita (Pasal 16 ayat 1).
§  Tap. No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
§  Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 2).
§  UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
§  Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan  melalui perkawinan yang sah  (Pasal 10).
§  Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11).
§  Setiap orang berhak atas  rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30).
§  Hak wanita dalam UU HAM sebagai hak  asasi manusia (Pasal 45).
§  Wanita berhak  untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan / profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita (Pasal 49 ayat 2).
§  Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum (Pasal 49 ayat 3).
§  Hak dan tanggungjawab yang sama  antara isteri dan suaminya dalam ikatan perkawinan (Pasal 51 ).


 FUNGSI BIDAN DALAM GENDER DAN HAM
 Fungsi Bidan dalam Gender
Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima tekanan, hanya karena secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian perempuan.
Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta atribut lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki, masih bisa dirubah.
Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita. Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan. Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa, dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan berperan untuk member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita yang diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya dan tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

2.8.2        Fungsi Bidan dalam HAM
Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
·         Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya bidan memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan jasa KB (Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk mengambil keputusan sesuai keinginan kliennya.
·         Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud. Misalnya, bidan membrikan penyuluhan tentang kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik.
·         Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan. Hak-hak reproduksi merupakan hak asasi manusia. Baik ICPD 1994 di Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing mengakui hak-hak reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari kesehatan reproduksi dan seksual. Contohnya setelah bidan memberikan informasi kepada klien, bidan tidak boleh memaksakan klien atau menekan klien untuk mengambil keputusan secepatnya.
·         Memberikan hak privasi kepada klien
·         Memberikan hak pelayanan dan proteksi kesehatan




DAFTAR PUSTAKA

 Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Welcome Blog Bidan Cantik © 2008. Design By: Buy Engagement Rings | Infidelity in Marriage by Blogger Templates