Kemampuan perempuan
dalam membaca dan menulis, rasio pendidikan dasar dan menengah dibandingkan
dengan presentase pendidikan primer dan sekunder laki-laki selama kurun waktu
1970,1992, dan 1997 untuk wilayah yang berbeda dunia:
Tabel 1. Tren Perbedaan
Gender dalam Status Pendidikan
Kemampuan baca tulis perempuan dewasa : laki-laki
|
Perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang mendaftar di Sekolah
Dasar
|
Perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang mendaftar di Sekolah
Menengah
|
|||||||
1970
|
1992
|
1997
|
1970
|
1992
|
1997
|
1970
|
1992
|
1997
|
|
Semua Negara Berkembang
|
n.a
|
73
|
79
|
79
|
88
|
94
|
68
|
78
|
83
|
Negara Berkembang Spesifik
|
n.a
|
57
|
65
|
61
|
84
|
83
|
43
|
67
|
66
|
Sub Sahara Afrika
|
n.a
|
66
|
75
|
72
|
85
|
85
|
60
|
72
|
76
|
Negara Arab
|
n.a
|
61
|
66
|
63
|
92
|
91
|
47
|
77
|
85
|
Asia Timur termasuk China
|
n.a
|
80
|
83
|
87
|
96
|
100
|
76
|
79
|
88
|
Asia Tenggara dan Pasifik
|
72
|
90
|
91
|
90
|
97
|
99
|
74
|
95
|
95
|
Asia Selatan termasuk India
|
40
|
55
|
59
|
60
|
75
|
86
|
43
|
60
|
70
|
Amerika Latin dan Karibia
|
91
|
97
|
98
|
101
|
98
|
98
|
91
|
98
|
101
|
Negara Industri
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
100
|
n.a
|
n.a
|
100
|
|
Dunia
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
n.a
|
Ø Kemampuan baca tulis
perempuan dewasa dibandingkan dengan laki-laki: Hanya sedikit jumlah perempuan yang dapat
menulis dan membaca dalam setiap 100 laki-laki yang dapat menulis dan membaca.
Ø Perbandingan jumlah
perempuan dan laki-laki yang mendaftar di sekolah dasar dan menengah: Hanya sedikit jumlah anak perempuan yang
bersekolah di sekolah dasar atau menengah (biasanya berusia 6-10 tahun untuk
pendidikan dasar dan 11-14 tahun untuk pendidikan menengah) yang mendaftarkan
diri di sekolah dasar atau menengah untuk setiap 100 anak laki-laki usia
sekolah dasar dan menengah yang mendaftar sekolah.
Data khusus gender
pada jumlah kursi parlemen yang dipegangoleh perempuansebagai bandingan jumlah
keseluruhan pada tahun 1994 dan 1999 dan bagian perempuan dalam tingkat menteri
pada tahun 1994.
Tabel 2. Tren
Partisipasi Perempuan dalam Politik
Kursi di parlemen yang diperoleh perempuan (Persentasi dari total)
|
Kursi di kementrian yang diperoleh perempuan (%dari total)
|
||
1994
|
1999
|
1994
|
|
Semua Negara Berkembang
|
10
|
10
|
5
|
Negara Berkembang Spesifik
|
6
|
9
|
5
|
Sub Sahara Afrika
|
8
|
11
|
6
|
Negara Arab
|
4
|
4
|
1
|
Asia Timur termasuk China
|
19
|
5
|
6
|
Asia Tenggara dan Pasifik
|
9
|
12
|
3
|
Asia Selatan termasuk India
|
5
|
6
|
3
|
Amerika Latin dan Karibia
|
10
|
15
|
8
|
Negara Industri
|
12
|
19
|
8
|
Dunia
|
10
|
12
|
8
|
Ø Total jumlah kursi
parlementer: sedikit sekali
jumlah perempuan yang duduk di perlemen.
Ø Jumlah kursi
kementrian: dari setiap 100
menteri, sedikit sekali jumlah perempuan yang duduk di kursi kementrian.
Ø Waktu kerja: waktu yang dihabiskan dalam mengerjakan
semua jenis pekerjaan di dalam dan di luar, dibayar dan tidak dibayar.
Waktu kerja perempuan dibandingkan laki-laki: setiap 100
menit waktu kerja dihabiskan oleh laki-laki, sedikit sekali waktu kerja yang
dihabiskan oleh perempuan.
Aktivitas
pasar didefinisikan sebagai aktivitas yang menghasilkan produksi barang dan
jasa untuk kebutuhan pasar serta produksi barang-barang rumah tangga untuk
konsumsi rumah tangga. Tetapi, produksi jasa untuk konsumsi rumah tangga
seperti memasak mencari air dan bahan bakar, perawatan anak dan orang tua
dianggap sebagai aktivitas non-pasar yang bertujuan untuk mengukur hasil
ekonomi. Presentase total jam kerja dihabiskan dalam aktivitas pasar atau
non-pasar adalah 100 menit jumlah yang dihabiskan dalam aktivitas
pasar/non-pasar.
Total presentasi
pengurus dan manajer perempuan: dari 100 pengurus dan manajer, sedikit sekali
yang jumlahnya perempuan.
GDP
perempuan dibandingkan GDP laki-laki di PPP$: jumlah dolar yang disumbangkan ke
GDP oleh populasi perempuan di suatu negara untuk setiap 100 PPP$ yang
disumbangkan oleh penduduk laki-laki.
Keadilan Gender
Keadilan gender Merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab
perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan
kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi
dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin.
Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO
mengandung dua aspek:
1.
Keadilan dalam
(status) kesehatan, yaitu tercapainya derajat kesehatan yang setinggi mungkin
(fisik,psikologis, dan sosial) bagi setiap warga negara.
2.
Keadilan dalam
pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan
kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial seseorang, dan diberikan
sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat, dengan penarikan
biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan bayar seseorang.
Keadilan dalam kesehatan didefinisikan sebagai “keadaan
untuk mengurangi kesenjangan dalam kesehatan dan determinan kesehatan, yang
dapat dihindarkan antara kelompok masyarakat yang mempunyai latar belakang
sosial (termasuk gender) yang berbeda”.
Untuk mengupayakan keadilan dalam kesehatan, fokus perlu
diberikan kepada kelompok masyarakat yang paling rawan dan upaya mengurangi
kesenjangan. Dalam kaitan gender, perempuan dalam posisi yang tersisih dan
status kesehatannya lebih buruk dari laki-laki.
Ketidakadilan Gender dalam
Kesehatan
Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering
ditemukan pula ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfairness,
unjustice) berdasarkan norma dan standar yang berlaku, dalam hal distribusi
manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman
bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).
Keadilan antara lain ditentukan oleh norma atau standar yang
dianggap pantas atau adil dalam suatu masyarakat, yang mungkin berbeda satu
dengan yang lain dan mungkin berubah dari waktu ke waktu. Sering kali sulit
untuk menentukan norma atau standar yang dapat diterima oleh berbagai pihak,
karena terkait dengan nilai-nilai dan penentuan keputusan, sehingga istilah
ketidaksetaraan lebih sering digunakan.
Istilah “ketidaksetaraan” menyiratkan bahwa kesenjangan yang
terjadi tidak dinilai apakah hal tersebut dapat dianggap pantas atau adil dalam
suatu tatanan masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ketidakadilan
adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau tidak adil.
Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang
kesehatan:
1.
Ketidakadilan dalam
Hal Penyakit dan Kematian
Dibeberapa wilayah
dunia, ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki berkaitan langsung dengan
perkara hidup dan mati, terutama bagi kaum perempuan. Misalnya tergambarkan
dari tingginya angka kesakitan dan kematian perempuan. Hal ini terjadi karena
berbagai bentuk pengabaian terhadap kesehatan, gizi an kebutuhan perempuan
secara langsung kualitas hidupnya.
2.
Ketidakadilan dalam
Kelahiran Bayi
Anak laki-laki
lebih diinginkan kehadirannya daripada anak perempuan. Sekalipun kitas tahu
semua agama tidak membedakan jenis kelamin anak. Namun karena kebanyakn
laki-laki lebih tinggi status di masyarakat, maka mencuatnya isu
ketidaksetaraan gender yang tercermin dari kuatnya keinginan orangtua untuk
mempunyai anak laki-laki dari pada anak perempuan.
3.
Ketidakadilan dalam
Rumah Tangga
Seringkali terdapat ketidakadilan gender yang
mendasar di dalam rumah tangga dan bentuknya bermacam-macam. Dari perkara yang
sederhana sampai kepada yang rumit. Begitu juga pembagian peran dan tanggung jawabdalam
rumah tangga, sering kali tidak adil. Misalnya dalam pembagian tugas mengurus
rumah tangga dan mengurus anak.
Diskriminasi Gender
Adanya
perbedaan, pengecualiaan atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan
norma gender yang dikontruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk
menikmati hak asasi manusia secara penuh.
Analisis Gender dalam Kesehatan
Memahami teknik analisis gender dalam layakaan kesehatan
ini, setidaknya difokuskan untuk mengetahui :
Situasi aktual pria
dan wanita meliputi peranan, tingkat kesejahteraan, kebutuhan, dan permasalahan
yang dihadapi dalam berbagai unit sosial, budaya dan eonomi.
Pembagian beban
kerja wanita dan pria yang mliputi tanggung jawab, curahan tenaga dan curahan
waktu.
Saling berkaitan,
saling ketergantungan dan saling mengisi antara peranan wanita dan pria
khususnya dalam kluarga.
Tingkat akses dan
kekuatan kontrol wanita dan pria terhadap sumber produktif maupun sumber daya
manusia dalam keluarga.
Peran Gender
Sejak
kecil, secara sistematis anak perempuan dan laki-laki diajarkan bahwa mereka
berbeda satu sama lain. Selain menyadarkan mereka bahwa mereka secara biologis
berbeda karena memiliki perbedaan anatomi, mereka juga dibedakan secara sosial;
masing-masing sebagai makhluk dengan peran, tanggung jawab dan kesempatan yang
tidak sama. Sejak kanak-kanak, mereka dianjurkan untuk berpakaian dan
bertingkah laku dengan cara yang berbeda. Misalnya, anak perempuan dipaksa untuk
memakai baju yang berwarna merah jambu dan pakaian feminin sementara anak
laki-laki seringkali memakai kemeja dan celana panjang biru. Anak laki-laki
cenderung memainkan permainan kasar yang melibatkan kontak fisik, seperti sepak
bola dan gulat sementara anak perempuan dianjurkan untuk memainkan boneka dan
main masak-masakan. Dalam masyarakat tertentu, anak laki-laki dan perempuan
tidak diizinkan bermain bersama. Anak laki-laki acapkali diberikan kebebasan
untuk bermain di luar rumah untuk waktu lama sementara waktu bermain sementara
waktu bermain untuk anak perempuan biasanya terbatas. Anak perempuan diminta
untuk tinggal di rumah supaya dapat membantu ibu mereka mengerjakan pekerjaan
rumah tangga khususnya mencuci piring dan pakaian, memasak dan membersihkan
rumah. Pada umumnya, anak laki-laki tidak diharapkan untuk membersihkan,
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi mereka biasanya melakukan pekerjaan
seperti membeli sesuatu di toko atau warung atau membantu pekerjaan rumah
tangga yang membutuhkan kekuatan otot, seperti pertukangan atau membawa atau
memikul sekarung beras yang berat dan barang-barangnya.
Anak
laki-laki dan perempuan didorong untuk mengekspresikan emosi mereka dengan cara
yang berbeda. Stereotipe anak laki-laki adalah bersuara keras dan lantang,
berantakan, bertubuh atletis, agresif, kasar dan tidak berperasaan karena
mereka tidak sepantasnya menangis. Anak laki-laki juga diharapkan lebih pintar
daripada anak perempuan. Anak perempuan dideskripsikan sebagai makhluk yang
patuh, mau mengalah, emosional, rapi atau bersih dan kaku. Mereka tidak
mengekspresikan pendapatnya. Oleh karena itu laki-laki dicap lebih kuat dan
anak perempuan lebih lemah.
Seks
dan gender merupakan hal yang berbeda, namun konsepnya saling berkaitan. Seks
berarti perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan sementara gender
merujuk pada atribut ekonomi, sosial dan kultural serta kesempatan yang
diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada
saat tertentu. (WHO 2001).
Peran Institusi Sosial
Keluarga
adalah institusi pertama dalam mensosialisasikan hal yang disebut feminin dan
maskulin. Keluarga, terutama ibu memainkan peranan penting dan mengajarkan anak
laki-laki dan perempuan tentang peran gender mereka.
Di
sekolah, misalnya guru dan buku seringkali memperluas peran reproduksi
perempuan, seperti pengasuhan dan tugas rumah tangga dan peran produktif
laki-laki, misalnya tugas mencari nafkah.
Agama
justru menjungjung tinggi feminitas dan kepatuhan perempuan terhadap laki-laki.
Sebagian besar agama mengajarkan kesetaraan gender, tetapi ideologi bahwa
laki-laki lebih dominan atau patriarkis masih saja berlaku karena pemimpin
agama pada umumnya berpikiran seperti itu.
Di
dunia kerja, perempuan sering kali memiliki karir yang berhubungan dengan peran
reproduksi mereka, seperti perawat, guru, sekretaris atau juru tulis, dan
lainnya. Sedikit perempuan yang memegang posisi lebih tinggi karena posisi ini
lebih sering di pegang oleh laki-laki. Misalnya politik, laki-laki sering
berada di posisi ini karena tidak banyak perempuan yang mengikuti pemilihan.
Media
juga sering menginformasikan peran gender tradisional atau yang dapat diterima
di berbagai betuk dalam iklan, komedi situasi, opera sabun, dalam cerita dan
buku komik yang sering kali dilihat dan dibaca publik. Oleh karena itu, media
ini juga mendukung nilai-nilai yang dianut oleh institusi sosial yang lain.
Walaupun
jumlah perempuan yang melakukan aktivitas produktif semakin meningkat,
mayoritas perempuan masih saja tinggal di rumah, memikul peran reproduksi.
Karena itu pada kenyataannya di masyarakat, mereka kurang mendapat peran
penting dibandingkan laki-laki. Nilai yang tidak setara ini merupakan sumber
diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan dan bertanggung jawab atas rendahnya
status perempuan dalam masyarakat. (WHO 2001).
Karena
daerah keluarga merupakan ruang lingkup pribadi, dibandingkan dengan
sekolah, pemerintahan dan institusi sosial lainnya, peraturan dan praktik yang
berkenaan dengan hubungan gender dalam keluarga tidak diketahui secara langsung
dan jarang sekali tunduk terhadap pengaruh luar. (WHO 2001).
Perempuan
dan anak perempuan serta laki-laki cenderung tetap menjalankan peran gendernya
karena ada beberapa perilaku yang terkendali yang dibenarkan oleh berbagai institusi
sosial. Kekerasan terhadap harapan peran gender diawali dengan ketidaksetujuan
terhadap pengasingan sosial dan agresi bahkan kekerasan yang diterima dalam
kehidupan sosial (WHO 2001). Dalam masyarakat tertentu, jika seorang perempuan
menikah tanpa persetujuan keluarga, perempuan tersebut telah mencoreng nama
baik keluarga. Keluarga dekat si perempuan sering kali ditugaskan untuk
membunuh perempuan tersebut karena telah mempermalukan keluarganya dengan tidak
mengindahkan keinginan keluarga. Karena pihak luar biasanya tidak dapat
mencampuri urusan keluarga tersebut, terutama kekuasaan absolut laki-laki yang
memimpin rumah tangga, hal ini menjadi salah satu alat yang ampuh untuk
melanggengkan ketidaksetaraan gender. (WHO 2001).
Ketidaksetaraan
gender secara sistematis disahkan dan diinstitusionalkan melalui undang-undang
dan kebijakan. Dalam masyarakat tertentu, perempuan tidak dapat memiliki harta
benda secara sah ataupun bekerja di luar rumah tanpa persetujuan suami atau
pasangan mereka. Di negara Muslim, poligami diizinkan dengan syarat tertentu.
Hal ini membuat tugas untuk merubah peran gender menjadi sangat sulit.
Walaupun
perbedaan gender biasanya memarjinalisasikan perempuan daripada laki-laki, kaum
pria dilatih untuk menahan emosi atau tidak menangis dan mereka dibiasakan
untuk menganggap perempuan lebih rendah. Bersikap agresif atau kasar adalah
satu indikasi kejantanan; karena itu, mereka sering kali menjadi pelaku
kekerasan terhadap perempuan di dalam dan di luar rumah. Namun, ada beberapa laki-laki
yang dijuluki “new age” karena mereka peduli dengan hubungan dan peran gender.
Ketidaksetaraan
gender ini mempertanyakan “ideologi patriarkis” yang menganggap laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan. Ideologi ini dianut oleh laki-laki dan perempuan.
Ideologi ini juga mempertanyakan institusi sosial yang menganut nilai-nilai
patriarkis.
Peran Gender Bervariasi Berdasarkan Keadaan, Waktu, Kesukuan
Dan Kelas/Golongan
Peran gender dapat berbeda berdasarkan waktu, dan diantara
berbagai budaya, suku, dan kelas sosial masyarakat. Beberapa suku di Indonesia
seperti Jawa dan Sunda boleh jadi memiliki peran gender yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa masyarakat tertentu, perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki.
Karena peran gender dibentuk dan dipelajari secara sosial,
peran gender dapat diubah melalui pendidikan atau advokasi dan kerjasama
berbagai institusi sosial yang ada dalam masyaraka. Walaupun tugas ini tidak
mudah, kepekaan terhadap ketidakadilan, ketidaksetaraan, dan dikriminasi
terhadap hubungan dan status gender semakin berkembang di Indonesia dan dunia.
HAM
Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai
dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam
Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang
diberikan langsungoleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
(Mansyur Effendi,1994).
Dalam pasal 1 UU No39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan meruapak
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungu oleh negara,
hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia”.
HAM yang Terkait dengan Kesehatan Reproduksi
§ UU No. 7 Tahun 1984
(Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita):
§ Jaminan persamaan
hak atas jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlindungan
terhadap fungsi melanjutkan keturunan (Pasal 11 ayat 1 f).
§ Jaminan hak efektif
untuk bekerja tanpa diskriminasi atas dasar perkawinan atau kehamilan (Pasal 11
ayat 2).
§ Penghapusan
diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan KB (Pasal 12).
§ Jaminan hak
kebebasan wanita pedesaan untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan
yang memadai, termasuk penerangan, penyuluhan dan pelayanan KB (Pasal
14 ayat 2 b).
§ Penghapusan
diskriminasi yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan
atas dasar persamaan antara pria dan wanita (Pasal 16 ayat 1).
§ Tap. No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM
§ Hak untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 2).
§ UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM
§ Setiap orang berhak
membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah (Pasal 10).
§ Setiap orang berhak
atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak
(Pasal 11).
§ Setiap orang berhak
atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30).
§ Hak wanita dalam UU
HAM sebagai hak asasi manusia (Pasal 45).
§ Wanita berhak
untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan / profesinya
terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya
berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita (Pasal 49 ayat 2).
§ Hak khusus yang
melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan
dilindungi oleh hukum (Pasal 49 ayat 3).
§ Hak dan
tanggungjawab yang sama antara isteri dan suaminya dalam ikatan
perkawinan (Pasal 51 ).
FUNGSI BIDAN DALAM GENDER DAN HAM
Fungsi Bidan dalam Gender
Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis
kelamin yang berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya
banyak disalah artikan sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam
perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima
tekanan, hanya karena secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan
Pemberdayaan Manusia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan,
persepsi yang bias tersebut pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk
mendapatkan akses pada berbagai segi kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang
menentukan kehidupan dan kematian perempuan.
Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan
menyusui, sementara pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi
untuk menyusui, laki-laki tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang
dimiliki pria, tidak dimiliki kaum hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan
dan menyusui bagi perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan
kegiatan serta atribut lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya
tertentu sebagai sesuatu yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki,
masih bisa dirubah.
Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya
tertentu, isu gender memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan
antara pria dan wanita. Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya,
merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang
perempuan. Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam
satu masa, dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender
seputar hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai
kondom. Jadi yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan
berperan untuk member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya
kaum wanita yang diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai
KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi
dengan Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka
Kematian Bayi (AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan
seringkali menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan
kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial
budaya serta jarak ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau
rumah sakit atau puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan
pelayanan kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di
daerah terpencil sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang layak kepada para wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada
keengganan kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan
laki-laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di
rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan
dalam proses persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan
segera. Bidan pun berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan
dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin
berkembang setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi.
Banyak keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk
menuju rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat
klien berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi
semua kliennnya dan tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum
pria. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan
dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip
gender yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan
pada umumnya sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas
memperlihatkan bagaimana norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak
negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran
mengenai gender dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB).
2.8.2
Fungsi Bidan dalam
HAM
Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki
beberapa fungsi, diantaranya:
·
Memberikan hak
kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan bertanggung jawab
terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak atas informasi
yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya bidan memberikan informasi
selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan jasa KB
(Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk mengambil
keputusan sesuai keinginan kliennya.
·
Memberikan hak
kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi
yang terbaik serta memberikan hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi
agar hal tersebut dapat terwujud. Misalnya, bidan membrikan penyuluhan tentang
kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan
pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat agar
masyarakat mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik.
·
Memberikan hak
untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang bebas dari
diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan. Hak-hak reproduksi merupakan hak asasi
manusia. Baik ICPD 1994 di Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing mengakui hak-hak
reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari kesehatan
reproduksi dan seksual. Contohnya setelah bidan memberikan informasi kepada
klien, bidan tidak boleh memaksakan klien atau menekan klien untuk mengambil
keputusan secepatnya.
·
Memberikan hak
privasi kepada klien
·
Memberikan hak
pelayanan dan proteksi kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC.
0 komentar:
Posting Komentar