a. Kerangka Konsep Bidan dengan Kacamata Gender
Budaya
( Agama &
Suku)
Sensitif Gender
Politik
|
Lingkaran dalam :
Akultualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai hak asasi perempuan dan
memandang hak-hak reproduksi sebagai hak-hak perempuan karena kita ingin
menghasilkan bidan yang sensitive gender.
Lingkaran tengah:
Bidan dengan kacamata/sensitive gender
v Hak-hak perempuan adalah hak-hak manusia, dan hak-hak
reproduksi adalah hak-hak perempuan. Bidan yang sensitive gender melihat
pasiennnya dari konteks kehidupan sosialnya di masyarakat.
v Gender menbantu mengungkap hubungan kekuasaan yang tidak
adil antara laki-laki dan perempuan. Paradigm bidan melihat perempuan sebagai
individu yang khusus. Kita harus menghormati setiap perempuan.
v Bidan yang sensitive gender tidak hanya menangani masalah
fisik pasiennya saja.
v Seorang bidan harus menekankan di dalam benaknya bahwa isu
gender merupakan kunci dalam meningkatkan kualitas pelayanan perempuan dan
secara tidak langsung memperbaiki kualitas kesehatan laki-laki dan seluruh
keluarga, termasuk masyarakat.
v Ceramah sebagai metode pengajaran kognitif, harus tumbuh
dari hati dan tercermin dalam sikap.
Lingkaran
luar: dalam meberikan pelayanan kepada perempuan, pertimbangkan:
Pluralitas, etnis, usia dan sebagainya. Toleransi dan sifat sensitif terhadap
elemen agama merupakan kunci keberhasilan sebuah program kesehatan.
b. Ulasan
Konsep Seks dan Gender
Seks adalah
perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan- perbedaan dalam
sistem reproduksi seperti organ kelamin (penis, testis, dengan vagina, rahim,
dan payudara), hormon yang dominan dalam tubuh (estrogen dengan testosteron),
kemampuan untuk memproduksi sperma atau ovarium (telur), kemampuan untuk
melahirkan dan menyusui (IPAS, 2001).
Pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial
budaya yang berkembang.
Laki-laki
dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang berbeda,
mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang berbeda
pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana harus
berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh
lainnya.
Nilai
dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda sesuai dengan
nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan perkembangan
budaya.
Di
beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan dijual menjadi tugas
perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.
Gender
mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi, sosial dan kultural yang
diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada
saat tertentu.
Konstruksi
sosial tentang seksualitas mengacu pada proses pemikiran seksual, perilaku dan
kondisi (misalnya keperawanan) yang diinterpretasikan dan diberi makna
konstruksi sosial ini mencakup keyakinan kolektif dan individu tentang
karakteristik tubuh, tentang apa yang dianggap erotis atau menjijikan, serta
hal apa dan dengan siapa sepantasnya laki-laki dan perempuan melakukan atau
berbicara tentang seksualitas.
Di beberapa
budaya tertentu, ideologi seksualitas menekan pada perlawanan perempuan,
agresi laki-laki, saling melawan atau menentang dalam aktivitas seksual; dalam
kebudayaan lain, penekanannya adalah saling bertukar kesenangan.
c. Konstruksi Sosial Gender
Konstruksi
sosial seksualitas menjelaskan bahwa tubuh laki-laki dan perempuan memainkan
peranan penting dalam seksualitas mereka. Konstruksi sosial seksualitas juga
melihat dengan seksama konteks historis khusus dan budaya untuk memahami
bagaimana pemikiran khusus dan keyakinan tentang seksualitas dibentuk,
disetujui, dan diadaptasi.
1. Pembagian pekerjaan berbasis Gender
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan
aktivitas yang berbeda, walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut
berbeda melintasi kelas dan komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh berubah
sepanjang waktu. Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan
pekerjaan rumah tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga
terlibat dalam produksi barang-barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar
atau yang dikenal dengan peran produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab
memenuhi kebutuhan rumah tangga, makanan, minuma dan sumber daya terutama peran
produktif.
2. Peran Gender dan Norma
Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk
berperilaku sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus
berpakaian dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang
berbeda, tertarik kepada isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon yang
tidak sama dalam segala situasi. Ada persepsi yang disepakati bersama bahwa apa
yang dilakukan oleh laki-laki baik dan lebih bernilai daripada yang dilakukan
perempuan. Dampak dari peran gender yang dibentuk secara sosial. Perempuan
diharapkan membuat diri mereka menarik dari laki-laki, tetapi bersikap agak
pasif, menjaga keperewanan, tidak pernah memulai aktivitas seksual dan
melindungi diri dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam
masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena perempuan dianggap memiliki
dorongan seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan
dikendalikan adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan
seksual dan secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.
3.
Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber
daya biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam
kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik,
pengetahuan dan keterlampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk
mengambil keputusan karena merekalah yang memegang otoritas. Laki-laki kerap
kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam membuat keputusan atas
reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol atas sumber daya
dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan negara,
serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di
berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada
laki-laki atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama
berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi lembaga
keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah
sering kali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan
sang ibu.
4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya
Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang
tidak setara atas sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan.
Ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungannya dengan akses ke dan kontrol
atas sumber daya terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi, perempuan
dan laki-laki dari raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki kekuasaan yang
lebih besar dari laki-laki yang berasal dari kelas sosial yang rendah.
· Akses adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya.
· Kontrol adalah kemampuan untuk mendefinisikan dan mengambil
keputusan tentang kegunaan sumber daya.
Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan
kesehatan, tetapi tidak memiliki kendali atas pelayanan apa saja yang tersedia
dan kapan menggunakan pelayanan tersebut. Contoh lain yang lebih umum adalah
perempuan memiliki akses untuk memiliki pendapatan atau harta benda, tetapi
tidak mempunyai kendali atas bagaiman pendapatan tersebut dihabiskan atau
bagaiman harta tersebut digunakan.
Perempuan memiliki akses dan kendali yang kurang atas banyak
jenis sumber daya yang berbeda.
Sumber daya ekonomi
· Pekerjaan, kredit, uang, makanan, keamanan sosial, asuransi
kesehatan, fasilitas perawatan anak, perumahan, fasilitas untuk melaksanakan
tugas sosial, transportasi, perlengkapan pelayanan kesehatan, teknologi dan
perkembangan ilmiah.
Sumber daya politik
· Posisi kepemimpinan dan akses menjadi pembuat keputusan,
kesempatan untuk membangun komunikasi, melakukan negosiasi dan membuat
persetujuan, sumber daya yang membantu menjamin hak-hak seperti sumber daya
sosial.
Sumber daya sosial
· Sumber daya komunitas, jaringan sosial dan keanggotaan dalam
organisasi sosial.
Informasi/pendidikan
· Informasi atau masukan untuk dapat membuat atau mengambil
keputusan untuk memodifikasi atau merubah situasi, pendidikan formal, pendidikan
non-formal, kesempatan untuk bertukar informasi dan pendapat.
Waktu
· Memilih waktu untuk bekerja, jam kerja dibayar dan
fleksibel.
· Harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan untuk
mengekspresikan minat seseorang.
5. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai
akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya membuat
laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal
ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan ketrampilan,
kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan karena
merekalah memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih
besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan
laki-laki dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui
undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan
institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di dunia memberi peluang
kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak dalam
perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan
mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah seringkali
bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.
Perbedaan Seks dan Gender
Adanya
aturan ini menegaskan laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan
tugas.Perbedaan Seks dan Gender:
SEKS
|
GENDER
|
Secara biologis, kita telah memilikinya sejak lahir, yang selalu tidak
berubah.
Contoh:
1.
Hanya perempuan yang bisa melahirkan.
2.
Hanya laki-laki yang memproduksi sperma.
|
Kita belum memilikinya pada saat lahir. Gender dibangun dari proses
sosial, merupakan perilaku yang dipelajari dan ditanamkan, dan bisa diubah.
Contoh:
1.
Perempuan hanya tinggal di rumah dan mengurus anak,tetapi
laki-laki dapat pula tinggal di rumah dan mengurus anak seperti halnya
perempuan.
2.
Salah satu jenis pekerjaan bagi laki-laki adalah sopir
taksi, tetapi perempuan bisa juga mengemudi taksi sebaik yang dilakukan oleh
laki-laki.
|
Peran Gender
Peran
ekonomi dan sosial yang dianggap sesuai untuk perempuan dan laki-laki.
Laki-laki biasanya diidentifikasi dengan peran produktif, sementara perempuan
mempunyai tiga peran: tanggung jawab domestik, pekerjaan produktif dan kegiatan
di masyarakatyang biasanya dilakukan secara stimultan. Peran dan tanggung jawab
gender berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya dan dapat berubah
sepanjang waktu. Hampir di semua masyarakat peran perempuan cenderung tidak
dihargai.
Hubungan Jenis Kelamin, Gender dan Kesehatan
Pola
kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan yang
nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai angka harapan hidup yang
lebih panjang daripada laki-laki, yang secara umum dianggap sebagai faktor
biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih mengalami banyak kesakitan
dan tekanan daripada laki-laki. Walaupun faktor yang melatar-belakanginya
berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial, hal tersebut, menggambarkan bahwa
dalam menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat dibandingkan laki-laki.
Penjelasan terhadap paradoks ini berakar pada hubungan yang kompleks antara
faktor biologis jenis kelamin dan sosial (gender) yang berpengaruh terhadap
kesehatan.
Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan
perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskuler ditemukan
pada usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Beberapa
penyakit, misalnya anemia, gangguan makan dan gangguan pada otot serta tulang
lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.
Berbagai
penyakit atau gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker
serviks; sementara itu hanya laki-laki yang dapat terkena kanker prostat.
Kapasitas
perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun
sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan
melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan
kesejahteraan dirinya.
Kombinasi
antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial, ekonomi
dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya beberapa
penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit
lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut:
1.
Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2.
Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu
penyakit.
3.
Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang
sakit.
4.
Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses
pelayanan kesehatan.
5.
Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan
perempuan.
Sebagai
contoh, respon terhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian fokus pada
kelompok resiko tinggi, termasuk pekerja seks komersial. Laki-laki menggunakan
kondom. Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial atau memakai
kondom
Secara
bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang kemudian menekankan
pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam
hubungan seksual, karena perempuan tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi
untuk penggunaannya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas,
sampai pada saat jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak.
Dewasa
ini, kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari
ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi
dan hubungan seksual yang dilakukan atas dasar pemaksaan.
Terjadinya
tindak kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku
kekerasan biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan
maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinya terhadap
perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik).
Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan
berbasis gender”.
Akibat Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Kesehatan
AKIBAT NONFATAL – FISIK
|
AKIBAT NONFATAL-MENTAL
|
AKIBAT FATAL
|
Trauma fisik
Nyeri kepala
Gangguan saluran pencernaan
Dll.
|
Stres
Depresi
Cemas
|
HIV/AIDS
Bunuh diri
Pembunuhan
|
0 komentar:
Posting Komentar