Pengarustamaan
gender mengacu pada integrasi peduli gender dalam analisis, formulasi dan
pengawasan kebijakan, program dan proyek serta dalam organisasi yang bertujuan
untuk menyampaikan ketidakadilan gender dan ketidaksetaraan antara laki-laki
dan perempuan.
Kebutuhan
praktis berbasis gender merupakan kebutuhan yang bersifat dasar dan segera
sering kali berkaitan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, perawatan kesehatan
dan pekerjaan seperti pusat kesehatan, memastikan persediaan air bersih dan
menyediakan konsultasi keluarga berencana. Pemusatan terhadap kebutuhan ini tidak
merubah posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Kebutuhan
strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian gender dalam bidang
pekerjaan, kekuasaan dan pengawasan dan boleh jadi meliputi isu sepertihak-hak
hukum, kekerasan domestik , akses ke sumber daya, upah yang adil dan kontrol
perempuan atas tubuhnya. Pemusatan terhadap kebutuhan ini membantu perempuan
mencapai kesetaraan yang lebih baik dan menolak untuk berada di bawah
laki-laki.
Pengarustamaan
bukanlah aktivitas yang singkat, tetapi merupakan proses yang terus menerus.
Hal ini berarti bahwa isu ketidaksetaraan gender disampaikan atau
diintegrasikan dalam setiap aspek struktur organisasi dan program daripada
sebagai aktivitas tambahan. Pengurustamaan gender aspek penting (WHO 2001) yaitu
(1) distribusi yang adil oleh laki-laki dan perempuan, kesempatan dan
keuntungan dari proses pembangunan pengurustamaan (2) termasuk pengalaman yang
menarik dan visi perempuan dan laki-laki dalam menentukan permulaan
pembangunan, kebijakan, dan program serta menentukan agenda keseluruhan.
Dalam
pengurustamaan gender, kebutuhan strategis dan praktis berbasis gender
perempuan sebaiknya dipertimbangkan. Kebutuhan praktis berbasis gender
merupakan kebutuhan yang bersifat dasar dan segera serta sering kali berkaitan
dengan ketidaklayakan kondisi hidup, perawatan kesehatan dan pekerjaan seperti
perbaikan pusat kesehatan, memastikan persediaan air bersih dan menyediakan
konsultasi keluarga berencana. Pemusatan terhadap kebutuhan ini tidak merubah
posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Kebutuhan
strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian gender dalam bidang
pekerjaan, kekuasaan, dan pengawasan dan boleh jadi meliputi isu seperti
hak-hak hukum, kekerasan domestik, akses ke sumber daya, upah yang adil dan
kontrol perempuan atas tubuhnya. Pemusatan terhadap kebutuhan ini membantu
perempuan mencapai kesetaraan yang lebih baik dan menolak untuk berada dibawah
laki-laki.
Hubungan
antara Gender dan Kesehatan
Dalam
masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan aktivitasnya,
ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
Namun, perempuan memiliki akses ked an control yang kurang atas sumber daya
daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas pelatihan yang
terbatas.
Konsep
analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan berbasis
gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ked an
control atas sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan mempunyai konsekuensi
maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku dan kelas
social. Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan
mengetahui karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan
dengan proses pembangunan.
Pada
status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi meliputi:
“risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi kesehatan,”
mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan yang tepat,
akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh penyakit dan
konsekuensi social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.
WHO
(2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender terhadap status
kesehatan:
·
Pembongkaran, risiko atau kerawanan
·
Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang
gejalanya dapat dirasakan
·
Perilaku mencari kesehatan
·
Akses ke layanan kesehatan
·
Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan
Seks, gender dan tindakan yang disarankan
Untuk
memahami bagaimana seks dan gender dikaitkan dengan kesehatan, perlu sekali
meneliti kasus tentang tuberculosis.
Gender
dan tuberculosis
Secara
global, 8,4 juta penduduk diperkirakan mengidap penyakit tuberculosis setiap
tahun dan hamper 2 juta kematian penduduk disebabkan oleh penyakit ini. Secara
umum, sepertiga penduduk dunia saat ini terinfeksi oleh kuman tuberculosis,
lebih dari 90 persen terjadi di Negara berkembang.
Kebanyakan
yang terinfeksi tuberculosis adalah penduduk miskin dari Negara miskin. Mereka
tidah hanya rentan terhadap penyakit ini karena kehidupan dan kondisi kerja
mereka, tetapi mereka juga terpuruk dalam kemiskinan akibat tuberculosis. Orang
yang mengidap TB kehilangan 20 sampai 30 persen pendapatan rumah tangga
pertahun karena penyakit ini.
Situasi
ini memerlukan tindakan yang cepat untuk meberantas epidemic ini. Meneliti
dimensu gender pada TB penting sekali untuk mengatasi hambatan yang ditemukan
dalam pencegahan yang efektif, cakupan dan tindakan untuk membasmi
tuberculosis.
Timbulnya
tuberculosis dan prevalensinya lebih tingggi pada laki-laki dewasa. Di berbagai
tempat, tingkat timbulnya tuberculosis lebih tinggi pada laki-laki disegala
usia kecuali pada masa kanak-kanak, ketika mereka lebih tinggi dari perempuan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam tingkat
prevalensi mulai muncul pada usia 10 dan 16 tahun dan semakin tinggi pada
laki-laki daripada perempuan. Penyebab timbulnya dan prevalensi yang tinggi
pada laki-laki adalah minimalnya pemahaman dan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan. Laporan tentang tingkat
timbulnya TB boleh jadi di bawah gambaran perempuan. Norma penyaringan yang
standar dapat menyebabkan lebih banyak perempuan yang mengidap TB tidak
terdeteksi daripada laki-laki. Gejala yang muncul pada perempuan tidak seperti
pada laki-laki yaitu batuk, mengeluarkan dahak, atau hasil tes yang positif
pada mikroskopi dahak.
Tingkat
pemberitahuan yang rendah boleh jadi merupakan konsekuensi dari proporsi
perempuan yang lebih kecil daripada laki-laki dalam kunjungan ke fasilitas
kesehatan dan pemberian contoh dahak untuk diperiksa.
Ada
beberapa perbedaan seks dalam perkembangan dan akibat tuberculosis. Sekali
terinfeksi TB, perempuan di usia produktif lebih mudah jatuh sakit daripada
laki-laki dan juga meninggal karena TB tersebut. Pada perempuan hamil,
perbedaan ini belum terbukti.
Daya
tahan tubuh orang muda yang terinfeksi HIV dan terkena tuberculosis dapat
melemah dan orang yang menderita HIV positif dan menderita tuberculosis
penyakitnya akan menjadi lebih aktif dibandingkan dengan orang terinfeksi TB
tetapi tidak mengidap HIV. Karena perempuan yang lebih muda lebih beresiko
terkena HIV daripada laki-laki di usia yang sama, dibeberapa bagian di Afrika
yang banyak ditemukan HIV, perempuan yang menderita TB lebih banyak daripada
laki-laki.
Tuberculosis
yang diidap oleh perempuan hamil dapat mengakibatkan buruknya kehamilan. Studi
kasus di Meksiko dan India menyatakan bahwa TB paru-paru pada ibu meningkatkan
risiko kelahiran premature dan bayi yang lahir dengan berat yang rendah menjadi
dua kali lipat dan risiko kematian menjelang atau satu bulan setelah kelahiran
bayi meningkat antara tiga sampai enam kali lipat.
Perempuan
hamil yang menderita tuberculosis paru-paru, tetapi terlambat di diagnosa
penyakit yang berkaitan dengan kandungan meningkat menjadi enam kali lipat,
menurut ulasan terakhir pada tuberculosis dan kehamilan. Ulasan tersebut juga
melaporkan risiko lain, yakni keguguran, toksemi dan komplikasi pada proses
persalinan.
Kesetaraan Gender
Kesetaraan
gender merupakan perlakuan yang
setara antara perempuan dan laki-laki dalam hukum dan kebijakan serta akses
yang sama ke sumber daya dan pelayanan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat
luas.
Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan
Status
perempuan begitu rendah karena akibat ketidaksetaraan gender yang dibiarkan
terus berlangsung. Dengan potret buram yang sudah dijelaskan sebelumnya,
perhatian yang lebih besar mestinya diberikan kepada perempuan. Bukan berarti
laki-laki terlupakan. Tetapi perhatian terhadap perempuan menjadi lebih utama
sebab perempuan sedemikian tertinggalnya dan teramat lama terabaikan nasibnya.
Berikut
ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik
laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.
NO
|
KETIDAKSETARAAN GENDER (PEREMPUAN)
|
KETIDAKSETARAAN GENDER (LAKI-LAKI)
|
1
|
Rata-rata perempuan di pedesaan bekerja 20% lebih lama
daripada laki-laki.
|
Laki-laki bekerja 20% lebih pendek.
|
2
|
Perempuan mempunyai akses yang terbatas terhadap
sumberdaya ekonomi.
|
Laki-laki menikmati akses sumber daya ekonomi yang lebih
besar.
|
3
|
Perempuan tidak mempunyai akses yang setara terhadap
sumberdaya pendidikan dan pelatihan.
|
Laki-laki mempunyai akses yang lebih baik terhadap
sumberdaya pendidikan dan pelatihan.
|
4
|
Perempuan tidak mempunyai akses yang setara terhadap
kekuasaan dan pengambilan keputusan disemua lapisan masyarakat.
|
Laki-laki mempunyai akses yang mudah terhadap kekuasaan
dan pengambilan keputusan di semua lapisan masyarakat.
|
5
|
Perempuan menderita dan mengalami kekerasan dalam rumah
tangga dengan kadar yang sangat tinggi.
|
Laki-laki tidak mengalami tingkat kekerasan yang sama
dengan perempuan.
|
Kesetaraan gender dalam hak,
yaitu adanya kesetaraan hak dalam peran dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan dalam bidang kesehatan.
·
Kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam kesehatan, misalnya menentukan jumlah
anak, jenis persalinan, pemilihan alat kontrasepsi, dll.
·
Kesetaraan hak dalam ekonomi/keuangan yaitu perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memilih alat kontrasepsi.
·
Kesetaraan hak dalam masyarakat yaitu adanya budaya di
beberapa daerah yang mengharuskan masyarakat mengikuti budaya tersebut sehingga
tidak terjadi kesehatan yang responsif gender. Selain itu, perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam berpolitik dan dalam pengambilan
keputusan.
Kesetaraan gender dalam sumber
daya, yaitu adanya kewenangan dalam penggunaan sumber daya terhadap kesehatan.
·
Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki
mempunyai alokasi yang sama untuk mengakses pelayanan kesehatan.
·
Di tingkat ekonomi, perempuan dan laki-laki mempunyai
kemampuan yang sama untuk membelanjakan uang untuk keperluan kesehatan. Selain
itu, perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama dalam
membelanjakan pendapatannya untuk kesehatan.
·
Di tingkat masyarakat, tidak tersedianya sarana dan
pra-sarana publik yang responsif gender, seperti tidak adanya tempat
untuk menyusui, tempat ganti popok bayi.
Kesetaraan gender dalam
menyuarakan pendapat, yaitu ekspresi terhadap kebutuhan akan kesehatan dan
laki-laki tidak lagi mendominasi pendapat dalam kesehatan.
·
Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengekspresikan rujukan kesehatan yang diharapkan,
sesuai tingkat pendidikannya, kesempatan untuk memberikan umpan balik atas
pelayanan yang diterimanya.
·
Di bidang ekonomi, pengetahuan ibu untuk memilih tempat rujukan
yang tepat tidak didukung oleh kemampuan ekonomi suami. Perempuan dan laki-laki
mempunyai kesempatan yang sama dalam menyampaikan keluhan atau komplainterhadap
kepuasan pelayanan.
·
Di tingkat masyarakat, pendapat tentang memiliki anak yang sehat
didukung dengan ajaran agama yang diyakini.
Masalah gender meliputi berbagai
aspek yang memerlukan penanganan oleh berbagai sektor termasuk sektor
kesehatan.
Kebijakan publik merupakan
pedoman dalam pelaksanaan publik, termasuk kebijakan bidang kesehatan.
Kebijakan kesehatan menjadi acuan dalam pelayanan kesehatan di sarana
kesehatan. Kebijakan terbagi dalam tiga strata, yaitu:
·
Kebijakan strategis yang mencakup kebijakan pada tingkat
tertinggi seperti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
·
Kebijakan manajerial yang mencakup kebijakan pada tingkat
menengah seperti Keputusan Menteri.
·
Kebijakan teknis yang mencakup kebijakan pada tingkat
pelaksanaan seperti Keputusan Direktur Jenderal Departemen.
Kebijakan publik ditetapkan
pemerintah dengan dalil lebih mengetahui kepentingan rakyat publik (public
interest). Setelah suatu kebijakan ditetapkan, kelemahan paling utama adalah
kemampuan pelaksanaan (policy implentation). Pelaksanaan kebijakan ini juga
menjadi kendala dalam implementasi kebijakan makro dan mikro dari
pengurustamaan gender di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar