Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi
harus dicegah, mengingat kematian ibu berdampak sangat luas bagi keluarga dan
anak-anak yang ditinggalkannya. Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi
dapat dilakukan dengan cara salah satunya pengelolaan persalinan yang benar
atau pengamatan dan pencatatan keadaan ibu dan janin ke dalam status ibu
bersalin. untuk menjamin kelangsungan hidup ibu dan bayi, bidan harus
menerapkan Asuhan Persalinan Normal (APN) sebagai dasar dalam melakukan
pertolongan persalinan dan pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang
terjadi. Dan beberapa
tugas tambahan bidan di komunitas yaitu pengelolaan obat sederhana juga pendataan
keluarga tugas bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di desa.
PENCEGAHAN KEMATIAN IBU DAN BAYI
1.
Pemantauan
Persalinan dengan Partograf
Partograf adalah lembar berupa grafik yang di gunakan
untuk melakukan pemantauan persalinan. Partograf merupakan panduan pengelolaan
dan observasi persalinan normal yang akan memudahkan penolong persalinan dalam
mendeteksi kasus kegawatdaruratan pada ibu dan janin. Partograf memegang
peranan penting dalam menentukan diagnosa persalinan. Kasus persalinan lama,
ketuban pecah dini, fetal distress pada janin, yang dapat menimbulkan resiko
yang lebih besar dapat dideteksi dengan cepat sehingga penggambilan keputusan
yang tepat dalam penanganan persalinan maupun dalam rujukan mampu menyelamatkan
ibu dan bayi.
Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong
persalinan mampu mencegah atau melakukan deteksi dini terhadap komplikasi yang
mungkin terjadi, mampu menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna dan tepat
waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, serta segera melakukan rujukan
pada saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi baru lahir akan
terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian.
Menurut WHO partograf merupakan suatu sistem yang tepat untuk
memantau keadaan ibu dan janin dari yang dikandung selama dalam persalinan
waktu ke waktu. Partograf standar WHO dapat membedakan dengan jelas perlu atau
tidaknya intervensi dalam persalinan. Juga dapat dengan jelas dapat membedakan persalinan normal
dan abnormal dan mengidentifikasi wanita yang membutuhkan intervensi.
Partograf digunakan
antara lain untuk :
1.
Mencatat hasil
observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui
pemeriksaan dalam;
2.
Mendeteksi apakah
proses persalinan berjalan secara normal, sehingga dapat melakukan deteksi
secara dini terhadap setiap kemungkinan terjadinya partus lama. Dengan metode
yang baik dapat diketahui lebih awal adanya persalinan yang abnormal dan dapat
dicegah persalinan lama, sehingga dapat menurunkan resiko perdarahan pospartum
dan sepsis, mencegah persalinan macet, pecah rahim, dan infeksi bayi baru lahir
2.
Penatalaksanaan
BBL
Begitu bayi lahir segera dilakukan
inisiasi pernapasan spontan dengan melakukan penilaian awal, sebagai berikut:
·
Segera lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir secara cepat dan tepat
(0-30 detik).
·
Evaluasi data yang terkumpul, buat diagnosis dan tentukan rencana untuk
asuhan bayi baru lahir.
·
Nilai kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan atau
menanyakan 5 pertanyaan sebagai berikut:
a) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur
mekonium?
b) Apakah bayi bernapas spontan?
c) Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?
d) Apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup?
e) Apakah ini kehainilan cukup bulan?
·
Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “Ya”, maka bayi dapat
diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional, kemudian
di lakukan asuhan bayi baru lahir normal sebagai berikut:
o Keringkan bayi dengan kain/handuk yang
bersih, kering dan hangat, kemudian lingkupi tubuh bayi dengan kain/handuk
kering dan hangat yang lain.
o Bersihkan mulut dan hidung bayi
secukupnya. Tidak perlu dilakukan penghisapan lendir.
o Hangatkan tubuh bayi (selimuti dengan
kain yang kering dan hangat, beri tutup kepala).
o Berikan bayi pada ibunya untuk membangun
hubungan emosional dan pemberian ASI secara dini.
·
Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut jawabannya “Tidak”,
maka segera lakukan Langkah Awal Resusitasi Bayi Baru Lahir.
·
Rangsangan
taktil
Upaya ini merupakan cara untuk
mengaktifkan berbagai refleks protektif pada tubuh bayi baru lahir.
Mengeringkan tubuh bayi juga merupakan tindakan stimulasi. Untuk bayi yang
sehat, hal ini biasanya cukup untuk merangsang terjadinya pernapasan spontan.
Jika bayi tidak memberikan respon terhadap pengeringan dan rangsangan taktil,
kemudian menunjukkan tanda-tanda kegawatan, segera lakukan tindakan untuk membantu
pernapasan.
·
Stabilisasi temperatur tubuh bayi menjaga agar bayi tetap hangat
Ø Pencegahan kehilangan panas
Ø Mekanisme kehilangan panas
Ø Upaya untuk mencegah kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh bayi dapat
dihindarkan melalui upaya-upaya berikut ini :
·
Keringkan bayi secara seksama.
·
Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
·
Tutupi kepala bayi.
·
Anjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI.
·
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
·
Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
Saat melakukan persiapan untuk memandikan bayi, ikuti
rekomendasi-rekomendasi berikut:
ü Tunggu sedikitnya enam jam setelah
lahir, sebelum memandikan bayi. Waktu tunggu menjadi lebih lama jika bayi
mengalami asfiksia atau hipotermia.
ü Sebelum memandikan bayi, pastikan bahwa
temperatur tubuh bayi telah stabil (temperatur aksila antara 36,5°C – 37,5°C).
Jika temperatur tubuh bayi di bawah 36,5°C, selimuti kembali tubuh bayi secara
longgar, tutupi bagian kepalanya dan tempatkan bayi bersama ibunya di tempat tidur
atau lakukan kontak kulit langsung ibu bayi kemudian selimuti keduanya. Tunda
waktu untuk memandikan bayi hingga temperatur tubuh bayi tetap stabil paling
sedikit setelah satu jam dilakukan observasi.
ü Jangan memandikan bayi yang mengalami
masalah pernapasan.
ü Sebelum memandikan bayi, pastikan
ruangan tersebut hangat dan tidak ada hembusan angin. Siapkan handuk bersih dan
kering untuk mengeringkan bayi dan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan
kering untuk menyelimuti bayi setelah dimandikan.
ü Mandikan bayi secara cepat dengan air
yang bersih dan hangat.
ü Segera keringkan bayi dengan menggunakan
handuk bersih dan kering.
ü Ganti handuk yang basah dan segera
selimuti kembali bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering secara
longgar. Pastikan bagian kepala bayi ditutupi dengan baik (Bayi dibaringkan
dalam dekapan ibunya dan diselimuti dengan baik).
ü Tempatkan bayi di tempat tidur yang sama
dengan ibunya dan anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya.
·
Asuhan tali pusat
Mengikat tali
pusat
Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi
ibu dianggap stabil, ikat atau jepitkan (jika tersedia) klem plastik tali pusat
pada puntung tali pusat.
o Basuh tangan yang masih menggunakan
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, untuk membersihkan darah dan
sekresi tubuh lainnya.
o Bilas tangan dengan air matang atau
disinfeksi tingkat tinggi.
o Keringkan tangan (bersarung tangan)
tersebut dengan handuk atau kain bersih dan kering.
o Ikat puntung tali pusat sekitar 1 cm
dari pusat bayi dengan menggunakan benang DTT atau klem plastik tali pusat atau
potongan slang karet infus (DTT atau steril). Lakukan simpul kunci atau
jepitkan secara mantap klem tali pusat tersebut.
o Jika menggunakan benang tali pusat,
lingkarkan benang di sekeliling puntung tali pusat dan lakukan pengikatan kedua
dengan simpul kunci di bagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
o Lepaskan klem penjepit tali pusat dan
letakkan di dalam larutan klorin 0,5%.
o Selimuti kembali bayi dengan kain bersih
dan kering. Pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik.
Menangani tali pusat
o Jangan membungkus pusar atau perut
ataupun mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke puntung tali pusat, dan
nasehati keluarga untuk tidak memberikan apapun pada pusar bayi.
o Mengusapkan alkohol ataupun povidon
iodin masih diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab.
o Beri nasehat pada ibu dan keluarganya :
ü Jika puntung tali pusat kotor, cuci
secara hati-hati dengan air matang (DTT) dan sabun. Keringkan secara seksama
dengan kain bersih.
ü Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari
bantuan perawatan jika pusar menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah,
ü Jika pusar menjadi merah atau
rnengeluarkan nanah atau darah, segera rujuk bayi tersebut ke fasilitas yang
mampu untuk memberikan asuhan bayi baru lahir secara lengkap.
ü Memulai pemberian ASI (menyusui)
o Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai
dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba
untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat di klem dan dipotong.
Tenteramkan ibu bahwa penolong akan membantu ibu menyusukan bayi setelah
plasenta lahir dan penjahitan laserasi selesai dikerjakan. Anggota keluarga
mungkin bisa membantunya untuk memulai pemberian ASI lebih awal.
3. Perdarahan
Post Partum
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan
post partum. Perdarahan post partum
didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah persalinan
vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal.
Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai
perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24
jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
Perdarahan post partum
dibagi menjadi :
a)
Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post
Partum Primer (early postpartum hemorrhage)
Perdarahan post partum
dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b)
Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post
Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan pada masa
nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak
termasuk 24 jam pertama setelah kala III
Penyebab terjadinya
perdarahan post partum antara lain :
o Atonia uteri
o Luka jalan lahir
o Retensio plasenta
o Gangguan pembekuan
darah
Kriteria Diagnosis
Ø Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui
vagina terus menerus
Ø Pemeriksaan obstetri:
Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada
atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan
lahir
Ø Pemeriksaan ginekologi:
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat
diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta
Faktor Resiko
· Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)
· Partus presipitatus
· Solutio plasenta
· Persalinan traumatis
· Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)
· Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
· Partus lama
· Grandemultipara
· Plasenta previa
· Persalinan dengan pacuan
· Riwayat perdarahan pasca persalinan
Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post
partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan
obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan
penyebab terjadinya perdarahan post partum.
Resusitasi
cairan
Pengangkatan kaki dapat
meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan
diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen
dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur
intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan
jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan
bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL
atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah
dilakukan resusitasi cepat.
Pencegahan
Bukti dan penelitian
menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan
insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif
merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
ü Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah
bayi dilahirkan.
ü Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
ü Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus
ketika uterus berkontraksi dengan baik
Pencegahan dan
Penanganan
Cara yang terbaik untuk
mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III
persalinan secara aktif. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan
suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada
perdarahan post partum :
Ø Ketahui dengan pasti kondisi
pasien sejak awal (saat masuk)
Ø Pimpin persalinan dengan
mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan
pasca persalinan)
Ø Lakukan observasi melekat
pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
Ø Selalu siapkan keperluan
tindakan gawat darurat
Ø Segera lakukan penlilaian
klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
Ø Atasi syok
Ø Pastikan kontraksi
berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40
tetesan permenit.
Ø Pastikan plasenta telah
lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
Ø Bila perdarahan terus
berlangsung, lakukan uji beku darah.
Ø Pasang kateter tetap dan
lakukan pemantauan input-outputcairan
Ø Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
4. Infeksi
Dengan menggunakan
praktik pencegahan infeksi, seperti misalnya mencuci tangan secara rutin,
penggunaan sarung tangan sesuai dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang
bersih bagi proses persalinan dan kelahiran bayi serta merta menerapkan standar
proses peralatan. Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari
komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan persalinan dan kelahiran
bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi
ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan
lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus, dan jamur.
Pencegahan infeksi adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro organisme
dari lingkungan klien dan tenaga kesehatan.
Pencegahan Infeksi yang efektif
pada prinsip-prinsip berikut :
a) Setiap
orang ( ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan ) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
b) Setiap
orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
c) Permukaan
benda di sekitar kita, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah
bersentuhan dengan permukaan kulit yang utuh, lecet selaput mukosa atau darah
harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan, harus diproses secara
benar.
d) Jika
tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses
dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi.
e) Resiko
infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi
dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan
Pencegahan Infeksi secara benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi :
ü Cuci
Tangan
Cuci
tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi
yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Cuci
tangan adalah cara penting untuk mengendalikan infeksi, meningkatkan kesehatan
yang positif, mencuci tangan merupakan satu-satunya prodesur klinis yang paling
penting, dan karena tangan merupakan perantara utama terjadinya infeksi silang
Cuci
tangan harus dilakukan :
a.
Segera setelah tiba di tempat kerja.
b.
Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
c.
Setelah kontak fisik langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
d.
Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril.
e.
Setelah melepaskan sarung tangan ( kontaminasi melalui lubang atau robekan
sarung tangan )
f.
Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa ( mis : hidung, mulut,
mata, vagina ) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan.
g.
Setelah ke kamar mandi
h.
Sebelum pulang kerja
ü Menggunakan
Teknik Aseptik
Teknik
aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan
penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek :
1)
Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi
( Sarung
tangan, Masker, Pelindung mata, Kap / topi , Apron Alas kaki)
2)
Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan yang
dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi
mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Cuci tangan secara teratur di
antara kontak dengan setiap ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk
menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit.
3)
Pemeliharaan Teknik Steril dan DTT
a)
Sterilisasi
b)
Desinfeksi
c)
Memproses Alat Bekas Pakai
o
Dekontaminasi
o
Pencucian dan Pembilasan
d)
Penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman
e)
Pengelolaan Sampah dan Mengatur Kebersihan dan
Kerapian
5. Pre
Eklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia dalam
kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan
20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan
kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus
gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi
selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu
dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di
Indonesia. Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas
pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed
hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan
hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta
tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.
Penyebab pre-eklampsia belum
diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga berakibat
kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
Faktor Risiko :
1.
Kehamilan pertama
2.
Riwayat keluarga
dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3.
Pre-eklampsia pada
kehamilan sebelumnya
4.
Ibu hamil dengan
usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5.
Wanita dengan gangguan
fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
6.
Kehamilan kembar
Deteksi dini :
1.
Menyaring semua
kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu menikah dan langsung hamil, dan
semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia.
2.
Pemeriksaan
kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan
Pemeriksaan penunjang
Ø Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein
dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi /
pembekuan darah
Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :
1.
Kenaikan tekanan
darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai
kurang dari 110 mmHg
2.
Proteinuria :
didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
3.
Edema (penimbunan
cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan
Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat
secara :
ü Pengelolaan secara rawat jalan
(ambulatoir) :
o Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai
keinginannya
o Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
o Vitamin
o Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
o Tidak perlu pemberian antihipertensi
o Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu
ü Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
·
Pre eklampsia
ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari
2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes
laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia
berat
·
Pemeriksaan dan
monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan
pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat
di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan
atas, nyeri ulu hati
·
Pemeriksaan
kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam
rahim
Tatalaksana
·
Pada dasarnya sama
dengan terapi rawat jalan
·
Bila terdapat
perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37
minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh
dipulangkan
Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
1.
Tekanan darah
sistolik > 160 mmHg
2.
Tekanan darah
diastolik > 110 mmHg
3.
Peningkatan kadar
enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4.
Trombosit <
100.000/mm3
5.
Oliguria (jumlah
air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g
/ L)
6.
Nyeri ulu hati
7.
Gangguan
penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
8.
Perdarahan di
retina (bagian mata)
9.
Edema (penimbunan
cairan) pada paru
10.
Koma
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
1.
Perawatan aktif
yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan
aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman
terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya
tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya “HELLP syndrome”
(Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
2.
Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian
obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik.
Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :
·
Segera masuk rumah
sakit
·
Tirah baring
·
Infus
·
Diet cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam
·
Pemberian obat anti
kejang : magnesium sulfat
·
Anti hipertensi,
diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
·
Penderita
dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda
pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)
Eklampsia
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan
saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala
pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda
1.
Nyeri kepala hebat
pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan
darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang
dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2.
Gangguan
penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan
terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3.
Iritabel à ibu
merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya
4.
Nyeri perut à nyeri
perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5.
Tanda-tanda umum
pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6.
Kejang-kejang dan /
atau koma
Tatalaksana
Tujuan pengobatan :
1.
Untuk menghentikan dan
mencegah kejang
2.
Mencegah dan
mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3.
Sebagai penunjang
untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4.
Mengakhiri
kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul
kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Pengobatan Obstetrik
1.
Sikap dasar : Semua
kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin
2.
Bilamana diakhiri,
maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan
metabolisme ibu
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat
tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah
persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan
darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu
tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan
pre-eklampsia.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan
eklampsia diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain
itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid),
zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium
diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya
itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti
manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan
bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya.
Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus
risiko tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar