Kamis, 27 Februari 2014

Pencegahan Kematian Ibu dan bayi



 

Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi harus dicegah, mengingat kematian ibu berdampak sangat luas bagi keluarga dan anak-anak yang ditinggalkannya. Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi dapat dilakukan dengan cara salah satunya pengelolaan persalinan yang benar atau pengamatan dan pencatatan keadaan ibu dan janin ke dalam status ibu bersalin. untuk menjamin kelangsungan hidup ibu dan bayi, bidan harus menerapkan Asuhan Persalinan Normal (APN) sebagai dasar dalam melakukan pertolongan persalinan dan pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang terjadi. Dan beberapa tugas tambahan bidan di komunitas yaitu pengelolaan obat sederhana juga pendataan keluarga tugas bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di desa.


 
PENCEGAHAN KEMATIAN IBU DAN BAYI
1.       Pemantauan Persalinan dengan Partograf
Partograf adalah lembar berupa grafik yang di gunakan untuk melakukan pemantauan persalinan. Partograf merupakan panduan pengelolaan dan observasi persalinan normal yang akan memudahkan penolong persalinan dalam mendeteksi kasus kegawatdaruratan pada ibu dan janin. Partograf memegang peranan penting dalam menentukan diagnosa persalinan. Kasus persalinan lama, ketuban pecah dini, fetal distress pada janin, yang dapat menimbulkan resiko yang lebih besar dapat dideteksi dengan cepat sehingga penggambilan keputusan yang tepat dalam penanganan persalinan maupun dalam rujukan mampu menyelamatkan ibu dan bayi.
Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan mampu mencegah atau melakukan deteksi dini terhadap komplikasi yang mungkin terjadi, mampu menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna dan tepat waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, serta segera melakukan rujukan pada saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi baru lahir akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian.
Menurut WHO partograf merupakan suatu sistem yang tepat untuk memantau keadaan ibu dan janin dari yang dikandung selama dalam persalinan waktu ke waktu. Partograf standar WHO dapat membedakan dengan jelas perlu atau tidaknya intervensi dalam persalinan. Juga dapat dengan jelas dapat membedakan persalinan normal dan abnormal dan mengidentifikasi wanita yang membutuhkan intervensi.

Partograf digunakan antara lain untuk :
1.       Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam;
2.       Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal, sehingga dapat melakukan deteksi secara dini terhadap setiap kemungkinan terjadinya partus lama. Dengan metode yang baik dapat diketahui lebih awal adanya persalinan yang abnormal dan dapat dicegah persalinan lama, sehingga dapat menurunkan resiko perdarahan pospartum dan sepsis, mencegah persalinan macet, pecah rahim, dan infeksi bayi baru lahir
2.       Penatalaksanaan BBL
Begitu bayi lahir segera dilakukan inisiasi pernapasan spontan dengan melakukan penilaian awal, sebagai berikut:
·         Segera lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir secara cepat dan tepat (0-30 detik).
·         Evaluasi data yang terkumpul, buat diagnosis dan tentukan rencana untuk asuhan bayi baru lahir.
·         Nilai kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan atau menanyakan 5 pertanyaan sebagai berikut:
a)        Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
b)       Apakah bayi bernapas spontan?
c)        Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?
d)       Apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup?
e)        Apakah ini kehainilan cukup bulan?
·         Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “Ya”, maka bayi dapat diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional, kemudian di lakukan asuhan bayi baru lahir normal sebagai berikut:
o    Keringkan bayi dengan kain/handuk yang bersih, kering dan hangat, kemudian lingkupi tubuh bayi dengan kain/handuk kering dan hangat yang lain.
o    Bersihkan mulut dan hidung bayi secukupnya. Tidak perlu dilakukan penghisapan lendir.
o    Hangatkan tubuh bayi (selimuti dengan kain yang kering dan hangat, beri tutup kepala).
o    Berikan bayi pada ibunya untuk membangun hubungan emosional dan pemberian ASI secara dini.
·         Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut jawabannya “Tidak”, maka segera lakukan Langkah Awal Resusitasi Bayi Baru Lahir.
·         Rangsangan taktil
Upaya ini merupakan cara untuk mengaktifkan berbagai refleks protektif pada tubuh bayi baru lahir. Mengeringkan tubuh bayi juga merupakan tindakan stimulasi. Untuk bayi yang sehat, hal ini biasanya cukup untuk merangsang terjadinya pernapasan spontan. Jika bayi tidak memberikan respon terhadap pengeringan dan rangsangan taktil, kemudian menunjukkan tanda-tanda kegawatan, segera lakukan tindakan untuk membantu pernapasan.
·         Stabilisasi temperatur tubuh bayi menjaga agar bayi tetap hangat
Ø  Pencegahan kehilangan panas
Ø  Mekanisme kehilangan panas
Ø  Upaya untuk mencegah kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh bayi dapat dihindarkan melalui upaya-upaya berikut ini :
·         Keringkan bayi secara seksama.
·         Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
·         Tutupi kepala bayi.
·         Anjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI.
·         Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
·         Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
Saat melakukan persiapan untuk memandikan bayi, ikuti rekomendasi-rekomendasi berikut:
ü  Tunggu sedikitnya enam jam setelah lahir, sebelum memandikan bayi. Waktu tunggu menjadi lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermia.
ü  Sebelum memandikan bayi, pastikan bahwa temperatur tubuh bayi telah stabil (temperatur aksila antara 36,5°C – 37,5°C). Jika temperatur tubuh bayi di bawah 36,5°C, selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian kepalanya dan tempatkan bayi bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan kontak kulit langsung ibu bayi kemudian selimuti keduanya. Tunda waktu untuk memandikan bayi hingga temperatur tubuh bayi tetap stabil paling sedikit setelah satu jam dilakukan observasi.
ü  Jangan memandikan bayi yang mengalami masalah pernapasan.
ü  Sebelum memandikan bayi, pastikan ruangan tersebut hangat dan tidak ada hembusan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan bayi dan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk menyelimuti bayi setelah dimandikan.
ü  Mandikan bayi secara cepat dengan air yang bersih dan hangat.
ü  Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering.
ü  Ganti handuk yang basah dan segera selimuti kembali bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering secara longgar. Pastikan bagian kepala bayi ditutupi dengan baik (Bayi dibaringkan dalam dekapan ibunya dan diselimuti dengan baik).
ü  Tempatkan bayi di tempat tidur yang sama dengan ibunya dan anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya.
·         Asuhan tali pusat
 Mengikat tali pusat
Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau jepitkan (jika tersedia) klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
o    Basuh tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.
o    Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi.
o    Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain bersih dan kering.
o    Ikat puntung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan benang DTT atau klem plastik tali pusat atau potongan slang karet infus (DTT atau steril). Lakukan simpul kunci atau jepitkan secara mantap klem tali pusat tersebut.
o    Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang di sekeliling puntung tali pusat dan lakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci di bagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
o    Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klorin 0,5%.
o    Selimuti kembali bayi dengan kain bersih dan kering. Pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik.
Menangani tali pusat
o    Jangan membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke puntung tali pusat, dan nasehati keluarga untuk tidak memberikan apapun pada pusar bayi.
o    Mengusapkan alkohol ataupun povidon iodin masih diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab.
o    Beri nasehat pada ibu dan keluarganya :
ü  Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air matang (DTT) dan sabun. Keringkan secara seksama dengan kain bersih.
ü  Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan perawatan jika pusar menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah,
ü  Jika pusar menjadi merah atau rnengeluarkan nanah atau darah, segera rujuk bayi tersebut ke fasilitas yang mampu untuk memberikan asuhan bayi baru lahir secara lengkap.
ü  Memulai pemberian ASI (menyusui)

o    Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat di klem dan dipotong. Tenteramkan ibu bahwa penolong akan membantu ibu menyusukan bayi setelah plasenta lahir dan penjahitan laserasi selesai dikerjakan. Anggota keluarga mungkin bisa membantunya untuk memulai pemberian ASI lebih awal.

3.       Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
Perdarahan post partum dibagi menjadi :
a)       Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage)
              Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b)      Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage)
              Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain :
o    Atonia uteri
o    Luka jalan lahir
o    Retensio plasenta
o    Gangguan pembekuan darah

Kriteria Diagnosis
Ø   Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
Ø   Pemeriksaan obstetri:
Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir

Ø   Pemeriksaan ginekologi:
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

Faktor Resiko
· Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)
· Partus presipitatus
· Solutio plasenta
· Persalinan traumatis
· Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)
· Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
· Partus lama
· Grandemultipara
· Plasenta previa
· Persalinan dengan pacuan
· Riwayat perdarahan pasca persalinan

Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.

Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
ü  Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
ü  Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
ü  Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik

Pencegahan dan Penanganan
Cara  yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara aktif. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
Ø  Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
Ø  Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
Ø  Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
Ø  Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
Ø  Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
Ø  Atasi syok
Ø  Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
Ø  Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
Ø  Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Ø  Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-outputcairan
Ø  Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

4.       Infeksi
Dengan menggunakan praktik pencegahan infeksi, seperti misalnya mencuci tangan secara rutin, penggunaan sarung tangan sesuai dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan kelahiran bayi serta merta menerapkan standar proses peralatan. Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus, dan jamur.
Pencegahan infeksi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro organisme dari lingkungan klien dan tenaga kesehatan.
Pencegahan Infeksi yang efektif pada prinsip-prinsip berikut :
a)       Setiap orang ( ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan ) harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
b)      Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
c)       Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan, harus diproses secara benar.
d)      Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi.
e)       Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi secara benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi :
ü  Cuci Tangan
Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Cuci tangan adalah cara penting untuk mengendalikan infeksi, meningkatkan kesehatan yang positif, mencuci tangan merupakan satu-satunya prodesur klinis yang paling penting, dan karena tangan merupakan perantara utama terjadinya infeksi silang
Cuci tangan harus dilakukan :
a. Segera setelah tiba di tempat kerja.
b. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
c. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
d. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Setelah melepaskan sarung tangan ( kontaminasi melalui lubang atau robekan sarung tangan )
f. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa ( mis : hidung, mulut, mata, vagina ) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan.
g. Setelah ke kamar mandi
h. Sebelum pulang kerja

ü   Menggunakan Teknik Aseptik
Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek :
1)      Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi
( Sarung tangan, Masker, Pelindung mata, Kap / topi , Apron Alas kaki)
2)      Antisepsis
            Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Cuci tangan secara teratur di antara kontak dengan setiap ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit.

3)      Pemeliharaan Teknik Steril dan DTT
a)       Sterilisasi
b)      Desinfeksi
c)       Memproses Alat Bekas Pakai
o    Dekontaminasi
o    Pencucian dan Pembilasan
d)      Penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman
e)       Pengelolaan Sampah dan Mengatur Kebersihan dan Kerapian

5.       Pre Eklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.
Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Ke­lainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pa­da ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
Faktor Risiko :
1.       Kehamilan pertama
2.       Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3.       Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4.       Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5.       Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
6.       Kehamilan kembar
Deteksi dini :
1.       Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia.
2.       Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan
Pemeriksaan penunjang
Ø  Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi / pembekuan darah

Pre-eklampsia ringan

Tanda dan gejala :
1.       Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
2.       Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
3.       Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan
Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :
ü  Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
o    Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya
o    Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
o    Vitamin
o    Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
o    Tidak perlu pemberian antihipertensi
o    Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu



ü  Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
·         Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
·         Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati
·         Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim
Tatalaksana
·         Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan
·         Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan

 Pre-eklampsia Berat

Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
1.       Tekanan darah sistolik > 160 mmHg
2.       Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
3.       Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4.       Trombosit < 100.000/mm3
5.       Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
6.       Nyeri ulu hati
7.       Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
8.       Perdarahan di retina (bagian mata)
9.       Edema (penimbunan cairan) pada paru
10.    Koma
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
1.       Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya “HELLP syndrome” (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
2.       Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :
·         Segera masuk rumah sakit
·         Tirah baring
·         Infus
·         Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
·         Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
·         Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
·         Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)

 Eklampsia

Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda
1.       Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2.       Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3.       Iritabel à ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
4.       Nyeri perut à nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5.       Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6.       Kejang-kejang dan / atau koma

Tatalaksana

Tujuan pengobatan :
1.       Untuk menghentikan dan mencegah kejang
2.       Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3.       Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4.       Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin

Pengobatan Konservatif

Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).

Pengobatan Obstetrik

1.       Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
2.       Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.

Pencegahan

Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Welcome Blog Bidan Cantik © 2008. Design By: Buy Engagement Rings | Infidelity in Marriage by Blogger Templates